English French German Spain Italian Russian Portuguese Japanese Korean Arabic
by : BTF

Ulasan Terkait

Urgensitas Dakwah Fardiyah

Seorang pedagang yang sukses adalah yang mampu menarik keuntungan setiap harinya. Sedangkan da’i yang sukses adalah da’i yang mampu menarik hati mad’u-nya setiap saat. Dalam artian ia mampu mengajak orang yang ia dakwahi untuk turut serta dalam jalan panjang dakwah dan perjuangan itu sendiri. Apabila statement ini difahami oleh setiap penyeru dakwah tentu akan menjadikan keuntungan bagi dakwah secara umum.Semakin banyak para da’i yang dapat menarik orang untuk masuk barisan dakwah, maka akan semakin besar pula kekuatan dakwah itu. Inilah urgensitas dakwah fardiyah.

Mari bayangkan, apa yang terlintas dalam fikiran antum. Jika ribuan pemuda Islam, agen perubahan, menerapkan dakwah fardiyah. Sudah tentu pertambahan jumlah pendukung dakwah tak terbayangkan. Kesungguhan dakwah yang dilakukan melalui pengerahan segenap kekuatan,tekad bulat, tanpa menunda-nunda dan malas – malasan terhadap semua amanah dakwah yang dibebankan, merupakan pengerahan semangat yang hakiki dalam upaya mencapai hasil dakwah yang produktif. Melalui hal inilah jumlah kaum muslimin di setiap medan terus meningkat, meski setelah jangka waktu yang lama.

Oleh karena itu tentu perlu disiapkan uslub dakwah yang tepat untuk menarik hati para objek dakwah selain tentunya para da’i sendiri harus senantiasa mengkondisikan ruh-nya, kesadaran hubungannya dengan Allah, bahwa dakwah yang ia lakukan semata – mata adalah karena memenuhi seruan-Nya, senantiasa menjaga kemurnian dan keikhlasan hatinya. Tidak terkotori oleh tendensi – tendensi apapun, selain dakwah itu sendiri. Dengan cara ini niscaya tujuan dakwah yang mulia, diterapkannya aturan Syari’ah dengan penegakan Khilafah insyaAllah lebih mudah terwujud.

Ada sebuah cerita menarik yang sejatinya harus kita jadikan contoh dalam melakukan dakwah fardiyah, ketika shahabat Rasulullah SAW, Mush’ab bin Umair melakukan kontak dakwah kepada ahlul quwwah di Yastrib (Madinah). Pertama kali ketika Rasulullah SAW mengutusnya ke Madinah, Mush’ab mendatangi As’ad bin Zararah. Singkat cerita As’ad bin Zararah pun memeluk Islam. Kemudian keduanya melakukan kontak dakwah kepada Sa’adz bin Muadz dan Asyad bin Hudhair, dua pemimpin bani Abdul Asyhal yang saat itu masih musyrik. Mendengar dua orang du’at Islam itu akan menemui mereka, dua orang pimpinan bani asyhal ini kemudian berdiskusi. Sa’ad berkata kepada Asyad, “ Saya tak peduli, pergilah engkau kepada dua orang itu (Mush’ab dan As’ad) yang telah datang ke tempat kita. Mereka datang ke tempat kita untuk menghina orang – orang tua kita. Usir mereka dan larang mereka untuk datang lagi ke tempat – tempat kita.

Asyad bin Hudhair kemudian mengemasi alat - alat perangnya dan pergi ke tempat Mush’ab dan As’ad. Ketika As’ad melihat Asyad datang, beliau berkata kepada Mush’ab, “ Ini adalah pemimpin kaumnya, dia telah datang kepada anda, berlaku benarlah kepada Allah dalam berbicara kepadanya “. Mush’ab berkata “ Bila ia berkenan duduk, saya akan bicara padanya”. Tak lama kemudian, Asyad bin Hudhair telah diahadapan mereka, dengan wajah marah ia berkata “ Apa yang kalian bawa keapada kami ? Menyingkirlah kalian berdua, bila kalian masih ingin hidup”. Dengan tenang Mush’ab berkata “Silakan duduk dan dengarlah baik – baik. Bila anda suka, terimalah tapi bila anda benci maka kami akan pergi meninggalkan anda”. Setelah itu Mush’ab menerangkan Asyad tentang Islam dan membacakan ayat – ayat Al Qur’an. Setelah itu Asyad berkata “Alangkah baik dan indahnya ini. Apa yang kalian lakukan bila hendak masuk kedalam agama ini”. Keduanya menjawab “Seseorang harus mandi, membersihkan diri dan membersihkan pakaiannya. Setelah itu membaca dua kalimat syahadat”. Asyad berkata “Di belakang saya ada seseorang yang sangat berpengaruh terhadap kaumnya. Bila ia mengikuti kalian, niscaya tak ada seorang pun dari kaumnya yang tidak mengikutinya. Sekarang juga saya akan datangkan dia kepada kalian. Dia adalah Sa’ad bin Mu’adz”. Asyad mengambil alat – alat perangnya kemudian pergi kepada Sa’ad dan kaumnya.

Saat itu Sa’ad tengah berada di tengah – tengah kaumnya di dalam balai pertemuan. Ketika melihat Asyad datang ia berkata “ Saya bersumpah, Asyad datang kepada kalian dengan wajah yang bebeda dari wajahnya ketika dia pergi”. Asyad berdiri di hadapan mereka, dan Sa’ad bertanya kepadanya “Apa yang telah kau lakukan ?”. Asyad menjawab “ Saya telah berbicara kepada dua orang itu. Demi Allah saya menganggap mereka itu tidak apa – apa. Dan saya telah larang mereka. Lalu mereka mengatakan akan melakukan apa yang anda inginkan. Saya diceritakan bahwa bani Haritsah datang kepada As’ad bin Zararah untuk membunuhnya, hal itu dilakukan karena mereka mengetahui bahwa dia adalah anak bibimu, yaitu untuk menghinamu…”. Mendengar hal itu, Sa’ad bin Mu’adz marah dan segera bangkit, kemudian ia mengambil senjatanya dan pergi menemui Mush’ab dan As’ad. Setelah sampai, ternyata ia mendapatkan Mush’ab dan As’ad dalam kondisi tenang. Mengertilah Sa’ad bahwasanya Asyad hanya ingin agar ia turut mendengarkan apa perkataan Mush’ab dan As’ad.

Setelah itu, apa yang terjadi pada Asyad bin Hudhair sebelumnya, kemudian terjadi pula pada diri Sa’ad bin Mu’adz, hingga akhirnya ia memeluk Islam. Kemudian sikapnya ini diikuti oleh seluruh kaumnya, Bani Asyhal. Allahu Akbar !

Demikianlah, upaya dakwah fardiyah yang dilakukan oleh Mush’ab bin Umair dengan melakukan kontak kepada para ahlul quwwah di Yastrib, yang akhirnya menjadi awal sejarah baru bagi perjuangan Rasulullah SAW, yaitu dengan dibaiatnya beliau oleh penduduk Yastrib, yang menjadi pertanda berdirinya Daulah Islam pertama dalam sejarah.

Related Post



0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Komentar